Khamis, 24 Februari 2011

RAHSIA MULTAZAM

Ketika seseorang menunaikan ibadah haji, salah satu cita citanya adalah berdoa di Multazam. Ini adalah tempat yang paling mustajab untuk berdoa kepada Allah. Multazam adalah satu tempat di dekat Ka’bah, antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah. Konon berdoa disini gampang dikabulkan Allah. Dan hampir bisa dipastikan setiap orang yang berthawaf menyempatkan diri untuk berdoa di Multazam ini. Adakah rahasia yang bisa dijelaskan, kenapa berdoa di tempat ini demikian mustajab?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Multazam menjadi tempat yang Mustajab. Yang pertama adalah faktor nabi Ibrahim. Yang kedua faktor Hajar Aswad. Dan yang ketiga faktor jutaan manusia yang berthawaf mengitari Ka’bah.

1. Faktor Nabi Ibrahim

Ibrahim menjadi salah satu faktor penyebab Multazam sebagai tempat yang mustajab. Kenapa demikian? Karena nabi Ibrahim adalah orang yang membangun Ka’bah itu, bersama nabi Ismail. Memang apa pengaruhnya? Sangatlah besar pengaruhnya, sebab nabi Ibrahim adalah manusia yang memiliki energi positip luar biasa besar yang kemudian menular ke seluruh karya karyanya. Allah mengatakan di dalam QS. Shaad (38): 45
“Dan Ingatlah hamba-hamba Kami, Ibrahim, Ishak, dan Ya’kub yang mempunyai karya- karya besar dan ilmu pengetabuan (visi) yang jauh ke depan”

Selain itu, Allah juga mengatakan bahwa nabi Ibrahim adalah hamba yang berhati lembut, seperti ayat berikut ini.
At Taubah (9) :114
“Dan permintaan ampun dari Ibrabim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”

Apa hubungannya hati yang lembut dan karya yang besar? Bahwa hati yang lembut akan memancarkan cahaya dan aura yang positif. Semakin lembut dan ikhlas seseorang, maka pancaran auranya semakin kuat sehingga bisa meresonansi sekitarnya. Maka, seperti saya katakan bahwa dekat dengan orang-orang yang soleh akan menyebabkan hidup dan hati kita menjadi tentram.

Padahal kita tahu bahwa nabi Ibrahim adalah rasul yang memiliki kualitas kepasrahan dan keikhlasan yang sangat tinggi. Sehingga oleh Allah, beliau dijadikan teladan bagi manusia. Semua itu telah terbukti ketika beliau diperintahkan untuk mengorbankan anaknya, nabi Ismail. Semua itu dijalaninya dengan penuh kepasrahan dan keikhlasan.

Manusia sekualitas nabi Ibrahim ini, pancaran energinya luar biasa besarnya. Dengan dekat orang sesoleh beliau, bisa menyebabkan hati kita menjadi ketularan alias teresonansi mengikuiti getaran frekuensi hatinya. Terasa sejuk dan penuh kedamaian. Lingkungan dan tempat-tempat khusus yang pernah menjadi lokasi aktivitas beliau pasti teresonansi oleh energi beliau. Apalagi karya-karya yang langsung lahir dari tangan beliau.

Ka’bah adalah karya Ibrahim. Maka, di dalam karya ini tersimpan energi nabi Ibrahim yang sangat besar. Hal ini bisa dianalogikan dengan batang besi yang digosok-gosok oleh magnet. Jika ada sebuah batang besi biasa digosok-gosok magnet, maka batang besi biasa itu akan berubah menjadi magnet juga. Meskipun, dalam kurun waktu tertentu kemagnetan itu hilang kembali. Akan tetapi jika gosokan itu dilakukan berulang-ulang selama kurun waktu yang panjang, maka besi biasa itupun akan menjadi magnet yang permanen. Dia bisa menarik logam-logam seperti magnet yang asli.

Demikian pula halnya dengan ka’bah. Karena Ka’bah adalah karya nabi Ibrahim, dan kemudian menjadi tempat aktivitas beribadah selama bertahun-tahun, maka Ka’bah itu menyimpan energi nabi Ibrahim yang positif. Dekat dengan Ka’bah, seperti dekat dengan nabi Ibrahim. Kita merasakan ketenangan dan kedamaian, lembut seperti sifat nabi Ibrahim yang dipuji-puji oleh Allah itu.

Maka berdoa di dekat Ka’bah sangatlah besar manfaatnya. Jiwa kita terbantu untuk menjadi khusyuk. Hati menjadi tenang dan fokus, pada saat berdoa. Seringkali kita melihat orang berdoa di dekat Ka’bah tak mampu membendung air matanya. Mereka menangis sesenggukan sambil menengadahkan tangannya bermunajat kepada Allah. Hatinya menjadi lembut dan santun. Hilang semua kesombongan dan keangkuhannya. Doa yang demikian adalah doa yang ‘didengarkan’ oleh Allah, karena keluar dari hati yang paling dalam.

QS Al a’raaf (7) : 55
“Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

‘Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar
dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) :
ya Tuhanku kabulkanlah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”

2. Faktor Hajar Aswad

Hajar Aswad, artinya Batu Hitam. Ia ditempatkan di sebuah lubang, di salah satu pojok bangunan Ka’bah. Konon, batu hitam ini jatuh dari langit. Dugaan saya, ini adalah sisa batu meteor yang memiliki kadar logam sangat tinggi. Pada jaman dulu, kejadian seperti itu sering kali terjadi. Bahkan di pulau Jawa, kita mendengar cerita, bahwa para empu menjadikan batu meteorit itu sebagai bahan untuk membuat senjata, termasuk keris, karena logamnya diketahui memiliki kualitas yang sangat tinggi.

Memang ada yang mengatakan bahwa batu hitam itu adalah batu surga yang dulunya berwarna putih. Kemudian menjadi hitam, karena menyerap dosa-dosa manusia yang berthawaf. Akan tetapi cerita semacam ini tidak memiliki dasar yang jelas, dan juga tidak ada sumber yang otentik. Batu hitam itu, oleh nabi Ibrahim lantas dijadikan sebagai salah satu bagian dari batu pondasi Ka’bah. Nabi Ibrahim bersama nabi Ismail memperoleh perintah dari Allah untuk meninggikan dasar-dasar Ka’bah, untuk kemudian menjadi pusat peribadatan pada jamannya, hingga kini.

QS. Al Baqarah (2) : 127
“Dan ingatlah krtika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa) : Ya Tuhanku, kabulkanlah daripada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”

Apakah pengaruh batu hitam meteorit itu bagi kemustajaban doa seseorang? Kalau hanya batu meteoritnya saja, barangkali tidak banyak berguna untuk membantu kekuatan doa. Tetapi karena batu meteorit itu menjadi bagian dari karya seorang Ibrahim, maka batu yang memiliki konduktifitas elektromagnetik sangat tinggi itu menjadi sangat besar peranannya. Lebih dari itu, batu hitam ini juga diletakkan pada lokasi yang dipilih oleh Allah untuk bisa membangkitkan energi yang besar, yaitu di atas pondasi Ka’bah.

Energi yang dipancarkan oleh nabi Ibrahim sepanjang interaksinya pada waktu itu tersimpan di sistem bangunan Ka’bah. Apalagi pada saat usai membangun Ka’bah itu beliau berdua berdoa mohon dikabulkan atau diterima peribadatan mereka, seperti diungkapkan dalam ayat di atas. (Hal ini akan saya terangkan lebih lanjut pada bagian berikutnya, sebagaimana bangunan masjid yang ternyata menyimpan energi sangat besar dari orang-orang yang shalat di dalamnya.)

Nah, disinilah Hajar Aswad berfungsi sebagai ‘pintu’ masuk dan keluarnya energi Ka’bah, karena ia memiliki daya hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi. Energi Ka’bah mengalir deras dari bagian ini ‘menyinari orang-orang yang berada di dekatnya. Meskipun energi itu juga memancar dari bagian-bagian Ka’bah yang lain. Akan tetapi, yang paling besar adalah yang terpancar dari Hajar Aswad. Karena itu orang yang paling dekat dengan Hajar Aswad itulah yang akan mengalami pengaruh paling besar. Di situlah letaknya Multazam.

Getaran gelombang doa kita itu tertuju ke arah Hajar Aswad, sehingga terjadi kontak antara hati kita dengan sistern energi Ka’bah. Tetapi harus kita pahami bukan karena Ka’bah itu kita berthawaf. Juga bukan karena batu hitam, Hajar Aswad, melainkan sepenuhnya karena Allah. Karena itu, ketika kita memulai berthawaf yang kita ucapkan adalah Bismillaahi Wallaahu Akbar Dengan nama Allah dan Allah Maha Besar. .

Suatu ketika seorang kawan saya menunaikan ibadah haji. Pada saat dia shalat berjama’ah di masjid Al Haram, cuaca sedang hujan deras. Seusai shalat, dia mengalami kejadian yang tidak bisa dia lupakan. “Pada waktu itu, tiba-tiba ada petir menyambar,” katanya. Namun anehnya petir itu tidak menyambar penangkal petir di gedung gedung tinggi di sekitar Masjid Al Haram seperti yang ada di atas Hotel Hilton, misalnya melainkan menyambar Ka’bah. Saya sempat terperanjat mendengar cerita itu. Karena, secara Fisika ini menunjukkan kepada kita betapa dahsyatnya konduktifitas Hajar Aswad itu dibanding kan dengan Platina yang berada di ujung penangkal petir, di gedung gedung tinggi sekitar Ka’bah.

Semestinya, petir selalu menyambar benda tertinggi yang bisa digunakannya untuk segera menjalar ke tanah. Disebabkan beda tegangan yang besar antara awan dan bumi, maka petir ingin segera meloncat ke bumi secepat-cepatnya. Karena itu, jika ada benda tinggi yang bisa menyalurkan petir itu ke bumi maka ia pasti segera menyambarnya.

Maka, kejadian di atas memberikan informasi yang sangat meyakinkan saya, bahwa Hajar Aswad memang memiliki tingkat konduktifitas yang luar biasa. Karena itu, ia akan sangat berperan menjadi saluran ‘keluar masuknya’ energi gelombang elektromagnetik dalam sistem energi Ka’bah.

3. Faktor Orang Berthawaf

Faktor penyebab besarnya gelombang elektromagnetik Ka’bah, salah satunya adalah dikarenakan orang berthawaf. Kenapa orang yang berthawaf menyebabkan munculnya gelombang elektromagnetik? Dan lantas apa kaitannya dengan doa yang mustajab? Ada kaitan yang sangat erat antara orang berdo’a dan gelombang elektromagnetik yang ada di sekitar Ka’bah.

Sesungguhnya, setiap perbuatan manusia selalu menghasilkan gelombang elektromagnetik. Gelombang itu selalu memancar ketika kita melakukan apa pun. Baik kita sedang berkata-kata, ataupun kita sedang berpikir, apalagi sedang melakukan aktifitas fisik. Badan kita memancarkan energi elektromagnetik.

Kenapa demikian? Karena tubuh kita ini memang merupakan kumpulan bio elektron yang selalu berputar-putar di dalam orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh kita. Ketika kita berkata-kata, kita sebenarnya sedang memancarkan gelombang suara yang berasal dari getaran pita suara kita.

Ketika kita berbuat, kita juga sedang memantul-mantulkan gelombang cahaya ke berbagai penjuru lingkungan kita. Jika tertangkap mata seseorang, maka mereka dikatakan bisa melihat gerakan atau perbuatan kita. Demikian pula ketika kita sedang berpikir, maka otak kita juga memancarkan gelombang-gelombang yang bisa dideteksi dengan menggunakan alat perekam aktivitas otak yang disebut EEG (Electric Encephalo Graph). Jadi setiap aktifitas kita itu selalu. memancarkan energi.

Maka doa yang kita ucapkan itu juga memiliki kandungan energi. Apalagi doa-doa yang kita ambil dari firman firman Allah di dalam Al Quran. Energinya besar sekali, seperti telah kita diskusikan di bagian sebelumnya.

Disisi lain, ternyata jutaan orang yang berthawaf mengelilingi Ka’bah juga menghasilkan energi yang besar. Dari mana asalnya? Di dalam ilmu Fisika kita mengenal suatu kaidah yang disebut Kaidah Tangan Kanan. Kaidah Tangan Kanan mengatakan :
Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas.

Hal ini, dalam Kaidah Tangan Kanan, digambarkan dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan ibu jari yang tegak ke arah atas. Empat jari yang menggenggam itu digambarkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.

Kaidah tangan kanan ini telah memberikan kemudahan kepada kita dalam memahami misteri Ka’bah. ‘Kebetulan’, orang berthawaf mengelilingi Ka’bah berputar berlawanan dengan arah jarum jam. Atau dalam kaidah itu mengikuti putaran empat jari tergenggam. Apa dampaknya? Seperti telah saya katakan, bahwa tubuh manusia ini sebenarnya mengandung listrik dalam jumlah besar yang dibawa oleh milyaran bio elektron dalam tubuh kita. Maka, dengan kata lain, kita sebenarnya bisa menyebut tubuh manusia ini adalah kumpulan muatan listrik. Sehingga ketika ada jutaan orang berthawaf mengelilingi Ka’bah, ini seperti ada sebuah arus listrik yang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam mengitari Ka’bah. Apa yang terjadi?

Di tengahnya, di Ka’bah khususnya lagi di Hajar Aswad terjadi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas. Kenapa begitu? Karena dalam hal ini, Hajar Aswad telah berfungsi sebagai konduktor, seperti dijelaskan dalam Kaidah Tangan Kanan. Bahkan bukan sekedar konduktor, melainkan Superkonduktor!

Lantas, apa fungsi medan elektromagnetik yang sangat besar yang keluar dari Ka’bah itu? Gelombang inilah yang akan membantu kekuatan do’a orang-orang yang bermunajat di sekitar Ka’bah, khususnya yang berada di dekat Hajar Aswad alias Multazam. Bagaimana menjelaskannya?

Pernahkah Anda mengamati seorang penyiar radio ketika dia sedang bertugas? Pada saat seorang penyiar berbicara di depan mikrofonnya, sebenarnya dia sedang menumpangkan suaranya pada gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh peralatan pemancarnya.

Jika dia berbicara tanpa mikrofon, maka jarak jangkau suaranya tidaklah terlalu jauh. Barangkali saat dia berteriak, suaranya hanya bisa menjangkau puluhan meter saja. Akan tetapi ketika dia menggunakan mikrofon, suaranya bisa menjangkau jarak yang lebih jauh.

Ini karena energi suaranya ‘diangkut’ oleh gelombang elektromagnetik, yang lantas dipancarkan lewat menara pemancar dengan power yang besar. Semakin besar powernya, maka semakin jauh pula Jarak tempuhnya. Bisa menjangkau berkilo-kilometer, dari sumber suaranya.

Kita bisa mengambil analogi ini untuk menjelaskan hubungan antara energi Ka’bah dan orang yang berdoa di dekatnya. Orang yang berdoa di dekat Multazam, bagaikan seorang penyiar radio yang sedang bertugas. Dia berada di depan ‘mikrofon’ Hajar Aswad. Maka ketika dia berdoa, pancaran energi doanya itu akan ditangkap oleh superkonduktor Hajar Aswad untuk kemudian dipancarkan bersama-sama gelombang elektromagnetik yang mengarah ke atas akibat aktivitas orang berthawaf.

Maka energi doa kita akan ‘menumpang’ gelombang elektromagnetik yang keluar dari Ka’bah itu, mirip dengan yang terjadi pada pancaran radio. Kekuatan doa kita menjadi berlipat-lipat kali, karena terbantu oleh power yang demikian besar dari Ka’bah menuju kepada Arasy Allah. Dalam hal ini, Ka’bah telah berfungsi bagaikan sistem pemancar radio.


Karena power yang besar itu pula, maka berdoa di Multazam menjadi demikian mustajab. Energi doa itu jauh lebih ‘cepat sampai’ kepada Allah, dan cepat pula memperoleh balasannya. Karena itu, jangan sembrono melakukan perbuatan perbuatan di Mekkah, karena respon atas perbuatan kita itu demikian spontan. Hal ini telah banyak dibuktikan oleh orang-orang yang menunakan ibadah haji.

sumber http://suud83.wordpress.com